Author : Frasa Rose
Genre : YAOI, Drama,
Romance, Fantasy
Cast : Lee Taemin, Choi
Minho
***
Aku mengenal semua pemandangan ini; langit yang biru, angin
yang berlarian, burung-burung yang terbang, tanah yang harum; mereka semua
pernah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diriku; bersama pagi, bersama
hari, bersama kesepian, bersama laki-laki itu.
Aku tidak pernah ingin berubah; aku ingin tetap hidup
sebagai anak-anak yang bisa mengatakan suka dan benci terhadap sesuatu, yang
bisa menangis, yang bisa tertawa; aku tidak mau menjadi orang dewasa.
Sejarah adalah pecahan dari masa lalu, di mana dulu langit
memiliki awan berbentuk kelinci, di mana dulu pepohonan terlihat seperti
raksasa yang gagah, di mana dulu ada padang rumput yang luas dan seorang pangeran
sedang menuntun kudanya di tempat itu. Sekarang, pecahan masa lalu itu melukai
urat nadiku, bersama dengan ciuman dan tawa dari laki-laki yang istimewa.
Seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan memandang
pemandangan ini dengan cara dan rasa yang tak lagi sama.
Tapi seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan
memandangan laki-laki itu dengan cara dan rasa yang masih tetap sama.
***
Aku akan bercerita tentang seorang lelaki yang sendirian dan
kesepian. Dia telah hidup selama ratusan tahun, melihat pemandangan yang
berubah-ubah setiap hari, berjalan tanpa disapa dan ingin menyapa; seorang
lelaki yang telah hidup sendirian selama hidupnya; seorang lelaki yang abadi.
Dia membawa masa lalunya pergi bersama dengan langkah
kakinya, dia pergi ke arah angin membawanya pergi. Dia pergi ke lautan dan
membiarkan ombak menenggelamkannya, tapi dia tidak mati. Dia membiarkan
tubuhnya jatuh ke jurang yang dalam dan kelam, tetapi dia tetap tidak mati.
Aku akan bercerita tentang seorang lelaki yang baik hati;
dia hidup dan melihat kematian berulang-kali. Dia hidup dan merasakan patah
hati berkali-kali. Dia hidup dan ditinggalkan. Dia hidup dan diabaikan.
Dia seorang lelaki yang pendiam dengan suara yang dalam. Dia
tidak pernah berbicara sebanyak aku berbicara. Dia selalu berjalan di jalan
yang sama berulang-kali tapi tidak pernah merasa bosan. Kutanya mengapa, dia
mengatakan, aku sedang memungut masa
laluku.
Suatu sore yang merah kami berada di sebuah stasiun tua yang
ditinggalkan, kami duduk di bangku kusam yang sudah lama tidak dipedulikan.
Matanya yang bening mendongak ke atas, seperti melihat menembus langit, menuju
surga.
“Apa yang sedang kau pikirkan, Minho?” tanyaku kepadanya.
Dia menjawab dengan suara yang pelan, selalu seperti itu;
“Aku sedang melihat masa kecilku.”
“Memangnya dulu kau tinggal di mana?”
“Di negeri fatamorgana.”
Dia lelaki yang misterius dan penuh teka-teki. Dia tidak
pernah berbicara sebelum aku bertanya. Dia tidak pernah menceritakan dirinya sendiri
tanpa diminta. Dia menyebut namaku, Taemin..
Taemin.. Taemin.. Taemin.., membuat nama itu menjadi berharga.
“Minho, tolong panggil namaku.”
Dia menatapku dengan matanya yang mampu menenggelamkan apa
pun, “Lee Taemin,”
“Tidak, kubilang, panggil namaku.”
“Taemin.”
Dia memanggilku Taemin,
dan aku pun menjadi Taemin.
***
Sudah lama sekali sejak aku jatuh cinta terhadapnya;
terhadap diamnya yang angkuh, terhadap kesepiannya yang misterius, terhadap
sikap lembutnya yang kikuk, terhadap matanya yang bening, terhadap hatinya yang
berlabirin panjang. Berkali-kali, berulang-ulang, aku jatuh ke dalam ciumannya
yang memabukkan.
Melalui ceritanya, dia membawaku ke negeri mana saja; ke
negeri para kurcaci, ke negeri putri duyung, ke negeri di mana sihir ada dan
dipercaya; itu sangat menakjubkan.
Dia mengatakan padaku bahwa setiap hari ada banyak orang
yang mati, tapi, setiap hari pula, lahir bayi-bayi kecil yang belum kotor
seperti orang dewasa.
“Aku ingin menjadi bayi lagi!” kataku di sela dia bercerita.
“Tapi itu akan merusak hukum alam,”
“Memangnya aku peduli?”
Dia tertawa dengan pelan, “Kau sangat menarik, ya.”
Lagi-lagi, aku jatuh cinta kepadanya.
***
“Hei, Minho, ceritakan padaku tentang dirimu.”
“Apanya?”
“Semuanya.”
Saat itu langit masih biru; awan-awan membumbung tinggi di
angkasa, bersama dengan angin yang menerbangkan debu-debu. Kami berjalan di
atas rel berkarat yang terlupakan, menjejakkan kaki kami melewati jalanan yang
membisu sejak lama sekali.
Dia atas kami, angkasa bersenandung ceria; burung-burung
yang terbang, angin yang menabrak ranting-ranting musim panas, dedaunan yang
bergesekan; matahari bersinar cerah, masih tidak berwarna.
“Aku sudah hidup sangat lama dan berkali-kali melihat bumi
ini berubah. Aku tidak begitu mengingat masa kecilku dan orang-orang yang dulu
hidup di sekitarku. Aku menyukai fantasi. Aku menyukai bulan dan malam. Aku
menyukai apa pun yang dianggap kecil oleh orang lain; aku menyukai tetesan
embun di daun, aku menyukai langit biru sebelum mendung dan aku menyukai dunia
ini.”
“Kau sudah pergi ke mana saja?”
“Ke mana-mana, aku tidak tahu.”
***
Dia sudah mengajariku banyak hal; tentang impian dan
cita-cita, tentang hidup, tentang kematian; dia mengajariku dan memberiku
cinta.
“Minho, kau tahu.. aku mungkin tidak akan bisa melihat musim
panas tahun depan.”
Aku berkata padanya, di suatu hari lainnya ketika langit
berubah abu-abu. Hujan turun menambah debit air di muka bumi. Angin berlarian
dengan liar, seperti memburu dan menyebarkan ketakutan.
Kami berteduh di sebuah stasiun tua, tempat kami membagi dan
bercerita mengenai dunia ini; tempat kami menghabiskan waktu yang berlalu lebih
cepat daripada tahun-tahun sebelumnya.
“Tapi kau pasti bisa melihat musim panas tahun depan,”
kataku.
Minho menatap ke dalam mataku, dia seperti sedang menyelami
kepribadianku.
“Kau tidak ingin mati?” Tanya Minho.
“Bukan begitu, aku hanya belum ingin mati.”
Di atas sana, langit masih abu-abu. Aku seperti sedang
menatap pada foto tua di ruang tamu rumahku; foto yang tidak tersentuh tangan
seseorang lagi.
“Taemin..”
Dia menyebut namaku, aku menatapnya dan terpaku pada bola
matanya yang seperti bukan berasal dari sesuatu di dunia ini.
“Mau kutukar hidupmu dengan keabadianku?”
***
Semakin dewasa, kita akan semakin memiliki banyak
penyesalan; apa yang kau lakukan dan apa yang tidak kau lakukan, kau akan
menyesal.
Tapi aku hidup tidak untuk itu. Aku hidup dengan jalan
hatiku, berjuang agar aku tidak melakukan kesalahan, berusaha untuk tetap
benar.
Tapi dia satu-satunya kesalahan terbesar dalam hidupku;
karena dia adalah cinta terbesar dalam hidupku.
Dia menciumku sangat dalam, di hari terakhir kami akan
bertemu. Dia mengatakan kata-kata yang selalu ingin kudengar; “Aku mencintaimu,
Taemin.”
Dia memberiku hidupnya; dia memberiku keabadiannya; dia
mengutukku.
Seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan memandang
pemandangan ini dengan cara dan rasa yang tak lagi sama.
Tapi seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan
memandangan laki-laki itu dengan cara dan rasa yang masih tetap sama.
Aku
ingin tahu apa itu menjadi diri sendiri?
Kita
memiliki hal-hal yang tak tergantikan
Tak
ada salahnya dengan perubahan hidup
Karena
ada hal-hal berharga yang tidak pernah berubah
(Rashisa - Super Breaver)
THE
END
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.