Searching...
Selasa, 23 Desember 2014

[FANFICTION] Ef a Tale of Melodies // 2MIN+YAOI






Author : Frasa Rose

Genre : YAOI, Drama, Romance, Fantasy

Cast : Lee Taemin, Choi Minho



***



Aku mengenal semua pemandangan ini; langit yang biru, angin yang berlarian, burung-burung yang terbang, tanah yang harum; mereka semua pernah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diriku; bersama pagi, bersama hari, bersama kesepian, bersama laki-laki itu.

Aku tidak pernah ingin berubah; aku ingin tetap hidup sebagai anak-anak yang bisa mengatakan suka dan benci terhadap sesuatu, yang bisa menangis, yang bisa tertawa; aku tidak mau menjadi orang dewasa.

Sejarah adalah pecahan dari masa lalu, di mana dulu langit memiliki awan berbentuk kelinci, di mana dulu pepohonan terlihat seperti raksasa yang gagah, di mana dulu ada padang rumput yang luas dan seorang pangeran sedang menuntun kudanya di tempat itu. Sekarang, pecahan masa lalu itu melukai urat nadiku, bersama dengan ciuman dan tawa dari laki-laki yang istimewa.

Seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan memandang pemandangan ini dengan cara dan rasa yang tak lagi sama.

Tapi seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan memandangan laki-laki itu dengan cara dan rasa yang masih tetap sama.

***


Aku akan bercerita tentang seorang lelaki yang sendirian dan kesepian. Dia telah hidup selama ratusan tahun, melihat pemandangan yang berubah-ubah setiap hari, berjalan tanpa disapa dan ingin menyapa; seorang lelaki yang telah hidup sendirian selama hidupnya; seorang lelaki yang abadi.

Dia membawa masa lalunya pergi bersama dengan langkah kakinya, dia pergi ke arah angin membawanya pergi. Dia pergi ke lautan dan membiarkan ombak menenggelamkannya, tapi dia tidak mati. Dia membiarkan tubuhnya jatuh ke jurang yang dalam dan kelam, tetapi dia tetap tidak mati.

Aku akan bercerita tentang seorang lelaki yang baik hati; dia hidup dan melihat kematian berulang-kali. Dia hidup dan merasakan patah hati berkali-kali. Dia hidup dan ditinggalkan. Dia hidup dan diabaikan.

Dia seorang lelaki yang pendiam dengan suara yang dalam. Dia tidak pernah berbicara sebanyak aku berbicara. Dia selalu berjalan di jalan yang sama berulang-kali tapi tidak pernah merasa bosan. Kutanya mengapa, dia mengatakan, aku sedang memungut masa laluku.

Suatu sore yang merah kami berada di sebuah stasiun tua yang ditinggalkan, kami duduk di bangku kusam yang sudah lama tidak dipedulikan. Matanya yang bening mendongak ke atas, seperti melihat menembus langit, menuju surga.

“Apa yang sedang kau pikirkan, Minho?” tanyaku kepadanya.

Dia menjawab dengan suara yang pelan, selalu seperti itu; “Aku sedang melihat masa kecilku.”

“Memangnya dulu kau tinggal di mana?”

“Di negeri fatamorgana.”

Dia lelaki yang misterius dan penuh teka-teki. Dia tidak pernah berbicara sebelum aku bertanya. Dia tidak pernah menceritakan dirinya sendiri tanpa diminta. Dia menyebut namaku, Taemin.. Taemin.. Taemin.. Taemin.., membuat nama itu menjadi berharga.

“Minho, tolong panggil namaku.”

Dia menatapku dengan matanya yang mampu menenggelamkan apa pun, “Lee Taemin,”

“Tidak, kubilang, panggil namaku.”

“Taemin.”

Dia memanggilku Taemin, dan aku pun menjadi Taemin.

***


Sudah lama sekali sejak aku jatuh cinta terhadapnya; terhadap diamnya yang angkuh, terhadap kesepiannya yang misterius, terhadap sikap lembutnya yang kikuk, terhadap matanya yang bening, terhadap hatinya yang berlabirin panjang. Berkali-kali, berulang-ulang, aku jatuh ke dalam ciumannya yang memabukkan.

Melalui ceritanya, dia membawaku ke negeri mana saja; ke negeri para kurcaci, ke negeri putri duyung, ke negeri di mana sihir ada dan dipercaya; itu sangat menakjubkan.

Dia mengatakan padaku bahwa setiap hari ada banyak orang yang mati, tapi, setiap hari pula, lahir bayi-bayi kecil yang belum kotor seperti orang dewasa.

“Aku ingin menjadi bayi lagi!” kataku di sela dia bercerita.

“Tapi itu akan merusak hukum alam,”

“Memangnya aku peduli?”

Dia tertawa dengan pelan, “Kau sangat menarik, ya.”

Lagi-lagi, aku jatuh cinta kepadanya.

***

“Hei, Minho, ceritakan padaku tentang dirimu.”

“Apanya?”

“Semuanya.”

Saat itu langit masih biru; awan-awan membumbung tinggi di angkasa, bersama dengan angin yang menerbangkan debu-debu. Kami berjalan di atas rel berkarat yang terlupakan, menjejakkan kaki kami melewati jalanan yang membisu sejak lama sekali.

Dia atas kami, angkasa bersenandung ceria; burung-burung yang terbang, angin yang menabrak ranting-ranting musim panas, dedaunan yang bergesekan; matahari bersinar cerah, masih tidak berwarna.

“Aku sudah hidup sangat lama dan berkali-kali melihat bumi ini berubah. Aku tidak begitu mengingat masa kecilku dan orang-orang yang dulu hidup di sekitarku. Aku menyukai fantasi. Aku menyukai bulan dan malam. Aku menyukai apa pun yang dianggap kecil oleh orang lain; aku menyukai tetesan embun di daun, aku menyukai langit biru sebelum mendung dan aku menyukai dunia ini.”

“Kau sudah pergi ke mana saja?”

“Ke mana-mana, aku tidak tahu.”

***

Dia sudah mengajariku banyak hal; tentang impian dan cita-cita, tentang hidup, tentang kematian; dia mengajariku dan memberiku cinta.

“Minho, kau tahu.. aku mungkin tidak akan bisa melihat musim panas tahun depan.”

Aku berkata padanya, di suatu hari lainnya ketika langit berubah abu-abu. Hujan turun menambah debit air di muka bumi. Angin berlarian dengan liar, seperti memburu dan menyebarkan ketakutan.

Kami berteduh di sebuah stasiun tua, tempat kami membagi dan bercerita mengenai dunia ini; tempat kami menghabiskan waktu yang berlalu lebih cepat daripada tahun-tahun sebelumnya.

“Tapi kau pasti bisa melihat musim panas tahun depan,” kataku.

Minho menatap ke dalam mataku, dia seperti sedang menyelami kepribadianku.

“Kau tidak ingin mati?” Tanya Minho.

“Bukan begitu, aku hanya belum ingin mati.”

Di atas sana, langit masih abu-abu. Aku seperti sedang menatap pada foto tua di ruang tamu rumahku; foto yang tidak tersentuh tangan seseorang lagi.

“Taemin..”

Dia menyebut namaku, aku menatapnya dan terpaku pada bola matanya yang seperti bukan berasal dari sesuatu di dunia ini.

“Mau kutukar hidupmu dengan keabadianku?”

***


Semakin dewasa, kita akan semakin memiliki banyak penyesalan; apa yang kau lakukan dan apa yang tidak kau lakukan, kau akan menyesal.

Tapi aku hidup tidak untuk itu. Aku hidup dengan jalan hatiku, berjuang agar aku tidak melakukan kesalahan, berusaha untuk tetap benar.

Tapi dia satu-satunya kesalahan terbesar dalam hidupku; karena dia adalah cinta terbesar dalam hidupku.

Dia menciumku sangat dalam, di hari terakhir kami akan bertemu. Dia mengatakan kata-kata yang selalu ingin kudengar; “Aku mencintaimu, Taemin.”

Dia memberiku hidupnya; dia memberiku keabadiannya; dia mengutukku.

Seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan memandang pemandangan ini dengan cara dan rasa yang tak lagi sama.

Tapi seratus tahun di masa depan, aku yakin aku akan memandangan laki-laki itu dengan cara dan rasa yang masih tetap sama.

Aku ingin tahu apa itu menjadi diri sendiri?
Kita memiliki hal-hal yang tak tergantikan
Tak ada salahnya dengan perubahan hidup
Karena ada hal-hal berharga yang tidak pernah berubah
(Rashisa - Super Breaver)



THE END

0 komentar:

Posting Komentar

:) :)) ;(( :-) =)) ;( ;-( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.

 
Back to top!